Momentum ini bukan hanya selebrasi usia, tapi juga refleksi dan revitalisasi semangat bahwa METALA tidak hanya bertahan, tapi terus tumbuh, berjejaring, dan menginspirasi. Dalam semangat itulah, lahir harapan baru menjadikan METALA sebagai simpul penguat solidaritas, ruang edukasi lingkungan, dan rumah besar bagi para pencinta alam yang tak sekadar mendaki, tapi juga mengabdi.
Solidaritas merupakan jantung dari setiap gerakan pecinta alam. Ia bukan sekadar kerja sama dalam ekspedisi atau kegiatan lapangan, tetapi nilai yang menyatukan individu dalam satu tujuan luhur menjaga dan mencintai alam. Dalam konteks organisasi pecinta alam, solidaritas lahir dari pemahaman bersama akan risiko, tantangan, dan nilai kehidupan di alam bebas. Kebersamaan di tengah badai, tawa di puncak, serta rasa saling menjaga menjadi tali pengikat yang tak mudah putus.
Namun, realitas hari ini memperlihatkan adanya degradasi nilai solidaritas. Banyak organisasi terjebak dalam euforia prestasi individu, popularitas semu di media sosial, atau bahkan konflik internal yang menggerus makna persaudaraan. Oleh karena itu, penting bagi METALA sebagai organisasi yang sudah matang secara usia dan pengalaman, untuk menjadi lokomotif penguat nilai solidaritas bukan hanya di internal, tetapi juga antar komunitas pecinta alam di Indonesia.
Euforia sering dimaknai sebagai kegembiraan sesaat yang muncul saat perayaan atau pencapaian. Namun dalam konteks pecinta alam, euforia seharusnya dimaknai lebih dalam sebagai energi positif kolektif yang menggerakkan, membakar semangat, dan melahirkan harapan baru. MILDA 36 bukan hanya perayaan usia, melainkan momen untuk menciptakan gelombang semangat baru: semangat menjaga bumi, memulihkan alam, dan merajut koneksi emosional antar aktivis lingkungan.
Euforia ini harus diwujudkan dalam bentuk aksi nyata: kegiatan edukatif lingkungan, ekspedisi konservasi, pengabdian masyarakat, hingga forum kolaboratif lintas organisasi. METALA, dalam usianya yang ke-36, diharapkan menjadi episentrum semangat ini mengubah perayaan menjadi pergerakan, nostalgia menjadi visi, dan kebersamaan menjadi kekuatan.
Gerakan pecinta alam di Indonesia sangat beragam. Dari Sabang sampai Merauke, tiap komunitas memiliki karakter, kultur, dan pendekatan yang unik. Sayangnya, perbedaan ini kadang justru menjadi pemicu fragmentasi dan gesekan. Di sinilah pentingnya narasi "merajut kembali solidaritas" menyatukan benang-benang yang sempat kusut menjadi kain kuat yang bisa melindungi nilai-nilai idealisme gerakan.
METALA sebagai bagian dari civitas akademika UMS, memiliki peran strategis untuk menjadi jembatan dialog, pusat kolaborasi, dan ruang pembelajaran. Lewat pendidikan lingkungan yang inklusif, METALA bisa mempertemukan pemikiran lintas generasi, menghubungkan senior dan junior, serta memperkuat hubungan antarlembaga pencinta alam melalui kegiatan bersama yang transformatif.
Selama 36 tahun, METALA telah mencatat banyak jejak di medan-medan berat, menapaki puncak, menjelajahi hutan, hingga menyentuh hati masyarakat desa lewat pengabdian. Namun perjalanan belum selesai. Tantangan ke depan jauh lebih kompleks: krisis iklim, eksploitasi sumber daya, dan rendahnya literasi lingkungan di kalangan muda.
Sebagai organisasi mahasiswa, METALA harus mampu menjawab tantangan zaman dengan inovasi dan integritas. Kegiatan pecinta alam tak cukup hanya eksplorasi, tapi juga harus transformatif mengedukasi, mengadvokasi, dan memberdayakan. Dengan mengusung nilai solidaritas dan semangat euforia, METALA bisa menjadi motor perubahan yang bukan hanya mencintai alam, tetapi juga memperjuangkannya.