MENIKAH dan
punya anak, ternyata tidak membatasi atlet putri untuk tetap memburu prestasi.
Pada gelaran Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jateng XV/2018 di Solo, 19-25
Oktober, emak emak itu justru membuktikannya. Sebagian di antara mereka menjadi
jawara, tak kalah dengan atlet-atlet muda. Di papan panjat kompleks Stadion
Manahan Solo, Indah Wati menggenggam tiga medali emas dan dua perak. Tak mudah
meraihnya.
Gambar : Latihan
pemanjatan boulder di Manahan Solo
Dia harus bersaing dengan puluhan atlet dari kontingen lain yang tentu saja sama-sama berambisi menyabet gelar juara. Lebih-lebih usianya sudah kepala tiga. Namun tekad kuat, mampu membawa ibu seorang anak itu menunjukkan prestasi gemilangnya. ”Pemacu semangatnya adalah membalas ketidakikutsertaan saya pada Porprov 2013, karena waktu itu saya hamil. Alhamdulillah, usaha saya berbuah manis,” ujar dia.
Di sisi lain, perempuan
kelahiran Solo, 3 Juni 1985 tersebut mengaku ingin memotivasi para atlet muda,
terutama dari Solo agar senantiasa berlatih keras guna memburu prestasi
terbaik. Sebab dari 16 pemanjat yang disiapkan kontingen tuan rumah, sekitar
separuh di antaranya merupakan atlet-atlet muda. Indah menempuh perjuangan
panjang untuk menggapai sederet capaiannya.
Gambar : Penyerahan medali emas No
Perlombaan Mix Lead
Mengawali latihan intensif guna menghadapi Porprov sejak sekitar setahun lalu, istri Dandhi Iswanto harus berbagi waktu dengan mengurus anaknya semata wayang, Nadhifa Syifa Khayyara. Kendati tinggal bersama mertuanya Wanto Suwito- Tuminem di kawasan Pranan, Polokarto, Sukoharjo, Indah senantiasa memperhatikan perkembangan sang buah hati. Apalagi suaminya bekerja jauh dari Solo, yakni di Lamongan, Jatim.
Tak
Mau Ditunggui
”Hingga
sebulan sebelum training center (TC) Porprov, tiap hari seusai mengantar dia ke
sekolah TK, baru saya berlatih di Manahan. Lalu jam 12.00, saya harus
menjemputnya dan mengantar pulang. Setelah Nadhifa makan dan tidur siang, baru
saya berangkat latihan lagi,” tuturnya.
Alumnus
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu pun selalu
mengecek tugas-tugas sekolah sang anak. Dia juga menyuapi sang anak, di sela-sela
waktu sempitnya berada di rumah. Saat memasuki masa TC, giliran orang tua
Indah, B Suwoto-Sugiyanto yang sering menjemput Nadhifa pulang sekolah, lalu
diajak ke rumahnya di daerah Gabudan RT1 RW9 Joyosuran, Pasar Kliwon, Solo.
”Ketika TC, kalau dia lagi rewel ya terpaksa diajak ke wall. Jadi latihan
sambil momong. Kadang saat giliran manjat, teman-teman atlet yunior yang
mengajaknya main di seputar papan panjat,”ungkap Indah. Lalu, bagaimana saat
dirinya berlomba di arena Porprov?
Gambar : Pemanjaat Nomor
Perlombaan Mix Lead saat Porprov Jateng 2018
Peraih
perunggu bagi tim Jateng pada PON Jabar 2016 itu mengaku selalu melarang
keluarganya berada di arena lomba, saat dia berkompetisi. Bahkan saat suaminya
pulang ke Solo, dia meminta untuk menemani sang anak saja di rumah. Alasan dia
karena faktor psikologis. Indah mengaku dihantui perasaan tidak enak, jika
gagal menembus tiga besar di depan sanak keluarganya. Atas pertimbangan
tersebut, dia memilih tanpa keluarga dan berada di tengah-tengah tim, saat
beradu ketangguhan. ”Kalau ada keluarga yang menunggui, saya justru grogi. Pada
Porprov 2009, saya gagal di beberapa nomor karena ditunggui keluarga. Jadi
malah tidak bisa benar-benar fokus untuk menyelesaikan pemanjatan,” ujarnya.
Perjuangan
panjang alumnus SMA Ksatrian Surakarta tersebut membuahkan hasil. Indah meraih
tiga emas yakni dari nomor boulder perorangan putri, lead campuran dan boulder
campuran. Dia juga menggenggam dua perak dari nomor lead tim putri dan speed
world record relay putri. ”Saya mendedikasikan raihan ini untuk Metala UMS,
klub pertama saya belajar panjat tebing, keluarga dan Federasi Panjat Tebing
Indonesia (FPTI) Solo,”kata Indah, bangga. (Setyo Wiyono- 29)